Weekend kemarin, gw bikin brownies nutella dan macaroni schotel. Ceritanya gw nyobain oven baru, ovennya udah lama sih di beli tapi waktu buat nyoba-nyobain resepnya yang gak ada. Kemarin di sempet-sempetin. Gw ngajak Al buat bantuin dan berpartisipasi dalam bikin macaroni schotel dan brownies nutella. Walaupun yang ada banyakan berantakinnya daripada bantuinnya, mulai dari ngolesin mentega ke loyang yang berantakan, nambahin tepung kebanyakan ke adonan brownies nutella, teriak-teriak gak rela nutellanya di buat brownies etc. Geser kursi sendiri buat perhatiin oven, nambahin adonan keju banyak-banyak di bagian punya dia,.. hihi.
Alhasil brownies nutella nya jadi sih tapi rada bantet gitu, pas udah jadi Al teriak-teriak kegirangan. “Yeyeye, this is it ya bunda?!!”. Kegembiraan itu diluapkan dengan nyamber brownies nutella yang masih panas buat dimakan *excited, karena rada bantet so ya abis makan eh minum abis makan terus minum, ya seret lah ya pasti makan brownies bantet :P. waktu di tanyain “gak enak ya Al?, eh tetep aja jawabannya “Browniesnya Bunda enakkk?!”. Gw si ngerasa brownies bikinan gw ga terlalu enak, tapi masih lumayan bisa dimakan masih ada rasanya. Tapi mendengar pujian-pujian dari anak sendiri itu berasa terbang ke langit deh, kalo di sinetron Ganteng-Ganteng Serigala tuh pasti gw penuh dengan bunga-bunga or kupu-kupu :D (ketahuan kan doyan nonton diego:P), dan hilang rasa lelah. Lelah beresin dapur yang masaknya gak seberapa, eh “kerusakan” dapurnya yang seberapa. hihi
Malem pas mau tidur Al bilang lagi “Bunda browniesnya enak banget, besok bikin lagi pake kuah ya”. Suami ketawa ngikik diujung tempat tidur “Pake kuah, seret ya al?!!” sindir suami kegw. Gw sih senyam senyum aja, tapi pas liat muka Al dia mah biasa saja, gw ngerasa dia memang tulus mengatakan bahwa brownies buatannya dan bunda itu enak. Walaupun ide buat ngasih kuah pas bikin brownies selanjutnya itu cerdas banget deh Al *tjiummm.
Besoknya di ceritain oleh Mbah kakung kalo al sama bunda bikin brownies, terus suruh nyicipin dan bilang kalo brownies bikinan bunda enak deh mbah, ceritanya promosiin brownies bunda kalo itu enak.
Beberapa hari brownies bunda jadi trending topic, rasanya bahagia banget ya, entah kenapa Al demikian manisnya, setelah diingat-ingat memang dia selalu manis deh;). Hanya meluangkan waktu sedikit cooking class bersama Al, hal itu terus-menerus jadi pembicaraan yang membuat Al gembira. Bersama anak dan melihat kejutan-kejutan komentar darinya yang inshallah tulus itu, so nikmat pujian (dari anak) mana lagi yang kamu dustakan? :D
Akhir-akhir ini rasanya bahagia sekali bersama Al,bukan karena kemarin-kemarin ga bahagia ya. Tapi rasa sayang dan bahagia yang membuncah ini adalah rasa syukur gw yang membuncah pula seiring dengan pertumbuhan Al yang demikian pesat. Rasa syukur meningkat maka rasa bahagia pun meningkat signifikan, dan untuk selanjutnya berdoa agar diberikan Allah kesempatan memperoleh anak kedua yang manis, lucu dan sholeh seperti Al, terlebih keinginan untuk resign dan terus bersama-sama Al juga mulai berkelebatan lagi (nah loh, langsung inget cicilan ;p)
Anak manis itu hari ini berulangtahun, Al tumbuh menjadi anak yang kreatif, aktif, sehat dan lengkap tak kurang satu apapun, tentu saja kami sebagai orangtua pun memiliki banyak kekurangan di sana sini. Pendidikan adalah focus kami selanjutnya, kami sebagai orangtua berusaha untuk memberikan yang terbaik padanya. Kami berusaha untuk tidak membandingkan Al dengan siapapun, tidak pula mematok sisi kognitif yang tinggi untuknya. Doa kami tentu saja menjadikannya anak yang sholeh, pandai bersyukur, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Menghebat dengan cara-cara yang baik, sehingga kelak tidak membebani sekitar malah menjadi solusi bagi sekitar. Hal-hal manis yang tercopy ke akhlak dan kepribadianmu kelak, adalah sebesar-besarnya rasa syukur kami. Perjuangan kami untuk hal itu akan sangat berat, kami mungkin akan jatuh bangun, derita bahkan tangis mungkin berada di jalan panjang kita, tapi kebahagiaan dan rasa syukur pun inshallah ada di perjalanan itu seperti 3 tahun ini, dan tahun tahun yang akan datang.
Diskusi parenting bersama Bpk. Harry
Santosa (founder MLC n praktisi HE sejak 1994) dan ibu Septi Peni Wulandani
(Founder IIP n praktisi HE sejak 1996)
Rabu 12 september 2014
Tema : "Apa itu Home Education"
(part 1)
By : Indah hendrasari
Peradaban
sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education
itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena
sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus
dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.
Jadi
tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan
melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang
minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang
menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.
Home
Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita,
karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu
dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir.
Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke
atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Home Education
sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua
berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery
method HE pun sudah jauh berbeda.
Kita
dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu.
Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA,
tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg
melakukannya.
Hal yang
SEMESTINYA orang tua lakukan :
1.
Mendidik
Tugas
mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak
menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia
seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya
lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah
rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.
Anak
lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang
mengeluarkan fitrah anak tersebut, yaitu :
>>>Fitrah
Kesucian.
Inilah
yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan,
memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran,
keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.
>>>Fitrah
Belajar.
Tidak
satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di
muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.
>>>Fitrah
Bakat.
Ini
terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban,
sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang
berbeda-beda.
>>>Fitrah
Perkembangan.
Setiap
manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan
pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan
psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak
memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia
7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan
penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.
Kita
perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir
sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti.
Pendidikan
dan persekolahan adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang
yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak
sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki
potensi yg merupakan panggilan hidupnya.
Pendidikan
berbasis potensi yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai
dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality
Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalumenjadi karir dan peran peradaban yang
merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan potensi
berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai yang
disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam mengembangkan bakatnya,
anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam
keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak
mulia.
”
Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya ,
termasuk dalam hal pendidikan.”
Tazkiyatunnafs
secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan
banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg
syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah
SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan
sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak
atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah
teknis.
Umumnya
kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak
konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya
diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya
sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai
atau menciderai fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita
kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati
sesuai fitrah.
Ketika
orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep
kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal,
bukan status.
1.Mendengarkan
2.Menyanyangi
3.Melayani (pd usia 0-7 thn)
4.Memberi rasa aman&nyaman
5.Menjaga dari hal-hal yg merusakjiwa dan fisiknya
6.Memberi contoh dan keteladanan
7.Bermain
8.Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak
Resume Hasil Diskusi Grup HE Berbasis
Potensi & Akhlaq
Tema:
Apa Itu Home Education
Narasumber
Pak Harry Santosa
founder MLC sekaligus praktisi Home
Education sejak. 1994 & ibu Septi
*Saya
hanya share best practice dan hasil diskusi dan belajar bersama dgn teman2 dan
pakar2 di komunitas SekolahAlam, di Millennial Learning Center
(Harry
Santosa)
Pengantar
Peradaban
sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education
itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena
sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus
dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.
Jadi
tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan
melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang
minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang
menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.
Home
Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita,
karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu
dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir.
Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke
atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Home Education
sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua
berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery
method HE pun sudah jauh berbeda.
Kita
dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu.
Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA,
tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg
melakukannya.
Hal yang
SEMESTINYA orang tua lakukan :
üMendidik
üMendengarkan
üMenyanyangi
üMelayani (pd usia 0-7 thn)
üMemberi rasa aman&nyaman
üMenjaga dari hal-hal yg merusak jiwa dan
fisiknya
üMemberi contoh dan keteladanan
üBermain
üBerkomunikasi dengan baik sesuai usia anak
Tugas
mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani
anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi
manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh.
Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh
cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.
Anak
lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang
mengeluarkan fitrah anak tersebut.
·Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan
mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan,
sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu
terhadap dosa.
·Fitrah Belajar. Tidak satupun manusia yang
tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang
pembelajar tangguh sejati.
·Fitrah Bakat. Ini terkait misi penciptaan
spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang
lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.
·Fitrah Perkembangan. Setiap manusia memiliki
tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai
dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap
mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat
sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh
dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa
cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.
Kita
perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir
sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti.
Pendidikan
dan persekolahan adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang
yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak
sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki
potensi yg merupakan panggilan hidupnya.
Pendidikan
berbasis potensi yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai
dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalumenjadi karir dan peran peradaban yang
merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny.
Jadi pengembangan potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi
memerlukan nilai-nilai yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam
mengembangkan bakatnya, anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan
nilai-nilai dalam keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat
atau menjadi akhlak mulia.
”
Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya ,
termasuk dalam hal pendidikan.”
Tazkiyatunnafs
secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan
banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg
syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah
SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan
sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak
atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah
teknis.
Umumnya
kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak
konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak
percaya diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang
tuanya sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak
sesuai atau menciderai fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar
kita kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan
sejati sesuai fitrah.
Ketika
orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep
kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal,
bukan status.
Pesan
dari Bunda Septi yang selalu kami pegang, “Untuk itu siapkan diri, kuatkan
mental, bersihkan segala emosi dan dendam pribadi, untuk menerima SK dari yang
Maha Memberi Amanah. Jangan pernah ragukan DIA. Jaga amanah dengan
sungguh-sungguh, dunia Allah yang atur, dan nikmati perjalanan anda.”
@Pertanyaan
1
Beberapa
waktu lalu bapak menteri pendidikan kita melempar wacana mengenai wajib belajar
(baca: wajib sekolah) 12 tahun. Lebih jauh ada wacana pemberian sanksi utk
keluarga yg tdk mengirimkan anaknya ke sekolah. Itu bgmn ya? Sependek yg saya
tau HE atau HS sdh diakui negara krn tercantum dlm uu sisdiknas...
Jk mmg
wacana itu benar, bgmn sebaiknya kita bersikap?
Jawab:
Baik,
kami juga mendiskusikan intens di berbagai forum. UU di Indonesia sesungguhnya
mengakui pendidikan formal, informal dan nonformal. Intinya tidak me
"Wajib Pendidikan Formal" tetapi menyediakan HAK BELAJAR bagi semua
rakyat Indonesia.
Entah
mengapa Kewajiban Negara menyediakan Hak Belajar, kemudian berubah menjadi
Wajib Belajar, dan ujung2nya menjadi Wajib Sekolah (pendidikan formal).
Karena
itu Anies Baswedan juga sdg bingung krn tidak ada Payung Hukumnya utk memaksa
orang Wajib Sekolah.
Negara
mengakui pendidikan informal dan nonformal, artinya orang boleh tidak
bersekolah formal
Namun
kenyataannya, kita semua digiring utk menyekolahkan anak kita di sekolah formal
Bahkan
banyak HS yg kemudian, berubah menjadi Bimbingan Belajar utk memperoleh Ijasah
Kesetaraan, yg ujung-ujungnya dipaksa utk menjadi Formal juga
@Pertanyaan
2
Bagaimana
meyakinkan suami & keluarga tentang HE. Karena kita butuh komitmen suami/
kel untuk berpartisipasi dalam HE kan?
Bagaimana
meyakinkan teman/para ibu tentang HE? Sebagian teman IRT berpendapat sekolah
lebih baik karena selain guru itu lebih
pintar & memang dilatih untuk mendidik, IRT minder krn mungkin pendidikan,
bagaimana dengan pekerjaan rumah, atau belum tinggal mandiri masih bersama ortu
& saudara yg lain.
Apalagi
kl teman adalah istri yg bekerja, bbrp dr merasa HE bukan untuk mereka?
Jawab:
Jawaban
pertanyaan kedua, ada kaitannya dgn penjelasan pertama
Belajar
itu Wajib, namun tidak ada satu ayat atau hadits pun yg mewajibkan bersekolah
Persekolahan
adalah lembaga yg dilahirkan karena tuntutan era industri utk mencetak sebanyak
mungkin skill labour dan knowledge worker. Karakter, bakat,
akhlak menjadi sesuatu yg tdk penting pd era industry. Oleh krn itu KHD, KH
Ahmad Dahlan dll melakukan perlawanan atas sistem persekolahan industrial yg
dibawa Belanda lewat politik etis tahun 1901.Ki Hajar Dewantoro (KHD) dan KH
Ahmad Dahlan, menyuarakan agar pendidikan kembali kepada kesejatiannya yaitu
membangun akhlak dan fitrah manusia termasuk fitrah alam dan keunikan
lokalitas. Dalam bahasa KHD, fitrah disebut Kodrat Anak dan kodrat alam serta
kodrat masyarakat. Mohon maaf, model pendidikan Taman Siswa dan Muhammadiyyah
hari ini sudah 100% meniru persekolahan Belanda. Sisa2 pendidikan yg digagas
Muhammadiyah tempo dulu, masih terekam dalam Novel Andrea Hirata, Lasykar
Pelangi
Fokusnya
hanya 2, yaitu akhlak dan bakat
Sebaiknya
meyakinkan pasangan, baik suami atau istri adalah bhw sebaik2 pendidkkan adalah
yg selaras dgn fitrah. Perintah menjaga fitrah anak adalah perintah agama.
Sebaik-baik makhluk di muka bumi yg diberi amanah utk menjaga fitrah adalah
Ayah dan Ibunya, Rumah dan Keluarganya. Menjawab bhw guru lebih pintar dari
ortu, tentu iya utk pengajaran mata pelajaran.
Pendidikan
berbeda dengan Pengajaran
Home Education atau Home Schooling yang
benar adalah tidak memindahkan pelajaran sekolah ke rumah
Kalau
utk pelajaran sekolah, mohon maaf guru2 bimbel jauh lebih pintar dari guru
sekolah. Guru-guru bimbel juga masih kalah luas dan dalam dibanding pengetahuan
yg ada dunia maya dan ditangan para maestro
@Pertanyaan
3
Salahkah
kalau saya berpendapat HS itu tdk sama dgn HE?
Jawab:
Bunda,
HS bisa mirip sama HE jika fokus pd bakat dan akhlak. Tetapi umumnya HS itu
lebih mengutamakan belajar secara bebas dari kehidupan, sebagian HS malah
menyimpang dgn memindahkan pelajaran sekolah ke rumah. Panduan bagi HE, sekali
lagi adalah menjaga fitrah yg baik dgn cara menumbuhkan dan mengeluarkan
fitrah2 baik itu (inside out) yg Allah karuniakan kpd anak2 kita. Diantara
Fitrah itu adalah bhw tiap anak yg lahir adalah pembelajar yg tangguh. Potensi
fitrah belajar ini harus dibebaskan dan tidak boleh kaku dan dalam tekanan
nilai, rangking dll.
Namun
fitrah juga meliputi fitrah keimanan/kesucian, bhw tiap anak menyukai
kebenaran, keadilan, menyukai Zat Yang Maha Hebat, membenci kezhaliman,
kekasaran, dstnya.Selain itu Fitrah juga meliputi Bakat/Talent, bhw setiap anak
dilahirkan dgn sifat2 unik yg produktif yg merupakan misi penciptaannya dan
peran spesifiknya sbg Khalifah. Orang menyebutnya panggilan hidup. Ada lagi
fitrah yg terkait tahap2 perkembangan anak sesuai kronologis usianya. Inipun
fitrah yg menjadi hak anak2 utk dipuaskan dan dikenyangkan hak pendidikannya pd
tiap tahap usianya. Semua fitrah itu diamanahkan utk dijaga dan dididik,
utamanya kpd ayah bunda, lalu kpd setiap anggota keluarga (kakek, nenek, paman,
bibi, kakak dll) serta komunitas sekitar (ulama, pemimpin, tetangga dll) utk
bersama mendidik anak2 pd komunitas itu sesuai fitrah2 di atas. Masalah
terbesarnya adalah kita menyangka bhw mendidik adalah mengajar, belajar adalah
bersekolah.
Obyek
nya adalah akademik, ukuran suksesnya adalah nilai dan ijasah serta gelar
Kebanyakan
keluarga2 sdh kecanduan menitipkan anaknya pd lembaga dgn alasan tdk mampu
mendidik (dalam benak mereka disuruh mengajar matematika, fisika dll).Saya
paham bhw banyak keluarga yg ayah ibu nya terpaksa harus bergelut dgn nafkah,
shg lebih memilih menitipkan anaknya pd lembaga.Tetapi sebagian keluarga yg
ekonominya cukup juga turut menitipkan anak2nya pd lembaga. Makin banyak income
nya, makin dipilih lembaga yg mahal dan bergengsi krn dianggap berkualitas
@Pertanyaan
4
untuk
keluarga yg orang tuanya bergelut dgn mencari nafkah, bagaimana untuk mencapai
hal ideal yaitu bisa full time bersama anak?
Jawab:
Utk
keluarga2 yg terpaksa hrs mencari nafkah krn miskin, menitipkan anak pd lembaga
sekolah adalah darurat. Diupayakan tidak selamanya demikian, bertahap
diusahakan, atau diupayakan membentuk komunitas/jamaah HE shg bisa kolektif
bergantian mendidik. Islam membolehkan bahkan menganjurkan agar sesekali
menitipkan anak pd keluarga shalihahdimana sosok ayah dan ibu lengkap hadir.
Mohon
maaf, pendidikan anak sampai menjelang aqil baligh, menurut saya tdk bs
didelegasikan pd siapapun, kecuali terkait pelengkap spt skill dan knowledge
@Pertanyaan
5
Orangtua
sbg coach setelah anak aqil baligh itu apa maksudnya?
Jawab:
Saya
lebih suka menyebut peran ortu setelah anak aqilbaligh sbg senior Partner, bisa
juga diartikan sbg Coach. Itu sesuai dengan ucapan Sahabat Nabi bhw 7 tahun ke
3, berarti usia 14-21 tahun, anak kita menjadi "teman". Tentu saja
teman, krn secara Syar'i, anak yg telah mencapai aqil baligh di usia 14--15
tahun, sdh menjalani Sinnu Taklif, masa2 pembebanan kewajiban syariah. Artinya
kewajiban syariah kita dan anak2 kita, tiba2 menjadi setara, yaitu kewajiban
dalam ibadah spt sholat-zakat-haji, kewajiban dalam dakwah, kewajiban dalam
jihad, termasuk kewajiban2 dalam urusan nafkah, dan muamalah lainnya
Semua
ulama, setahu saya sepakat, bhw anak2 yg sdh aqil baligh tidak wajib dinafkahi
lagi. Jika ada anak kita yg sdh aqil baligh, atau usia di atas 14-15 tahun
masih dinafkahi, maka itu namanya sedekah, krn statusnya fakir miskin. Nah
disinilah perlunya peran Coach atau partner utk mendampinginya mandiri dalam
kehidupan sebenarnya
Ada
jurnal ilmiah psikologi yg menyebutkan bhw anak2 yg sdh aqilbaligh menyukai
jika dia dianggap sbg orang dewasa yg setara. Kenakalan2 dan kegalauan mereka
diakibatkan krn mereka selalu dianggap bocah pdhl sdh berusia 15 tahun, bahkan
sampai 25 tahun masih dianggap bocah
Rasulullah
SAW bahkan mulai magang dan menjadi partner bisnis Pamannya sejak usia 9-10
tahun
Setiap
pemuda memerlukan pembimbing hidup, kehidupan dan akhlak
@Pertanyaan
6
Apakah
kita perlu menanyakan kpd anak untuk meng-HE-kan anak Atau itu hak kita sbg
ortu yg wajib menentukan pendidikan anak kita?
karena
anak sy bilang kpd sy ingin sekolah
Jawab:
Istilahnya
bukan mengHE kan anak
Krn
tanpa mengHE kan anak pun, sejak dalam kandungan sampai lahir pd galibnya sdh
HE
Tugas HE
itu sampai anak kita berusia aqilbaligh, kalau wanita ada special exception,
yaitu sampai pindah wali alias menikah, walau kemandirian dan kedewasaan tetap
harus disiapkan ketika berusia aqilbaligh
Bagi
saya, pertanyaannya apakah anak itu wajib HE, ya jelas wajib
Apakah
wajib sekolah, maka jawabannya tergantung
Yg bunda
mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar,
potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan formal dapat berkembang optimal di
keluarga dan komunitas atau di sekolah??
Yg bunda
mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar,
potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan dapat berkembang optimal di
keluarga
/
komunitas atau di sekolah??
Bagi
saya ada anak2 yg cocok dengan model belajar di sekolah formal, biasanya mereka
berfikir terstruktur, sangat kognitif, sangat formal, otak kiri banget dll
Silahkan saja... tetapi tetap saja banyak aspek fitrah lainnya tdk bisa
diserahkan pd sekolah formal
Utk usia
0-7tahun, fokus HE tetap pd 3 fitrah itu... aqidah dan akhlak, belajar dan
bakat
» Pendidikan
Aqidah Usia Dini
Sudah
tidak diragukan lagi bahwa mendidik (bukan mengajarkan) Aqidah sejak usia dini,
adalah hal yang mutlak. Aqidah yg kokoh akan amat menentukan pilihan2 serta
pensikapan2 yg benar dan baik dalam kehidupan anak2 kita kelak ketika dewasa.
Lalu bagaimana metode dan caranya?
Menurut
yg saya pahami secara sederhana, bahwa pertama, setiap pendidik atau ortu perlu
menyadari bhw sesungguhnya setiap anak manusia yg lahir sudah dalam keadaan
memiliki fitrah aqidah atau keimanan kpd Allah Swt. Setiap manusia pernah
bersaksi akan keberadaan Allah swt, sebelum mereka lahir ke dunia. Maka tdk
pernah ditemui di permukaan bumi manapun, bangsa2 yg tidak memiliki Tuhan,
yaitu Zat Yang Maha Hebat tempat menyerahkan dan menyandarkan semua masalah
dalam kehidupan.
Dengan
demikian maka, yg kedua adalah bhw tugas mendidik adalah membangkitkan kembali
fitrah keimanan ini, namun bukan dengan doktrin atau penjejalan pengetahuan ttg
keimanan, namun dengan menumbuhkan (yarubbu/inside out) kesadaran keimanan
melalui imaji2 positif ttg Allah swt, ttg ciptaanNya yg ada pd dirinya dan
ciptaanNya yg ada di alam semesta.
Dengan
begitu maka, yg ketiga adalah dengan metode utk sebanyak mungkin belajar
melalui hikmah2 yg ada di alam,hikmah
yg ada pd peristiwa sehari2, hikmah pd sejarah, hikmah2 pd keteladanan dstnya.
Menjadi penting membacakan kisah2 keteladanan orang2 besar yg memiliki akhlak
yg mulia sepanjang sejarah, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun Hadits maupun
yg ditulis oleh orang2 sholeh sesudahnya. Menjadi penting senantiasa
merelasikan peristiwa sehari2 dengan menggali hikmah2 yg baik dan inspiratif.
Menjadi penting untuk senantiasa belajar dengan beraktifitas fisik di alam dgn,
meraba, merasa, mencium aroma, mengalami langsung dstnya.
Metode
berikutnya, tentu saja kisah2 penuh hikmah itu perlu disampaikan dengan tutur
bahasa yg baik, mulia dan indah bahkan sastra yg tinggi. Menjadi penting bahwa
tiap anak perlu mendalami bahasa Ibunya dan bahasa Kitab Sucinya. Bukan mampu
meniru ucapan, membaca tulisan dan menulis tanpa makna, namun yg terpenting
adalah mampu mengekspresikan gagasan2 dalam jiwanya secara fasih, lugas dan
indah, sensitif thd makna kiasan2 dalam bahasa sastra yg tinggi. Para Sahabat
Nabi SAW yg dikenal tegas namun memiliki empati dan sensitifitas yg baik serta
visioner umumnya sangat menggemari sastra.
Semua
metode itu, kembali lagi, adalah bertujuan utk membangun kesadaran keimanan
melalui imaji2 positif lewat kisah yg mengisnpirasi, melalui kegairahan yg
berangkat dari keteladanan, pemaknaan yg baik melalui bahasa ibu yg sempurna
dstmya. Imaji negatif akan melahirkan luka persepsi dan luka itu akan membuat
pensikapan yg buruk ketika anak kita kelak dewasa.
Sampai
sini kita menyadari bhw peran orangtua sebagai pendidik yg penuh cinta serta
telaten maupun sebagai sosok yg diteladani dan menginspirasi tidak dapat
digantikan oleh siapapun, apalagi dalam membangkitkan kesadaran keimanan
anak2nya. Maka penting bagi para pendidik untuk melakukan pensucian jiwa
(tazkiyatunnafs) sebelum memulai mendidik dgn kitab dan hikmah. Bukankah
ortulah yg akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat bukan yang lain?
Sejatinya
tiap anak lahir dalam keadaan fitrah yg baik. Maka tugas ortu adalah bukan
menjejalkan (outside in) namun mengeluarkan (inside out) fitrah2.
1.
Fitrah Kesucian dan kebenaran. Tiap anak menyukai kehebatan, suatu hari mereka
sadar bhw mereka butuh dan tergantung pd Zat yg Maha Hebat. Tiap anak suka
diperlakukan baik, penuh damai, harmony dan adil dstnya, suatu hari mereka akan
rela dan ikhlash memperjuangkan kedamaian, keharmonian dan keadilan. Tiap anak
suka tutur yg lembut, perangai yg santun, wajah yg ceria dstnya, suatu hari
mereka akan menyampaikan hikmah dgn lembut, santun dan berseri. Jika ada anak
yg tdk menyukai itu semua, maka fitrahnya telah menyimpang. Namun itu semua,
sejak awal kelahiran, baru sifat dan perlu dibangkitkan dan disadarkan dgn
sensitifitas, imajinasi, bahasa ibu, interaksi di alam dstnya.
2.
Fitrah Belajar. Tiap anak adalah pembelajar sejati yg tangguh dan tak kenal
putus asa. Sebuah jurnal ilmiah menyebut bhw tiap anak adalah scientist. Jika
ada anak yg tdk menyukai belajar, maka fitrahnya telahmenyimpang. Kesukaan dan kegemaran belajar
itu mesti terus ditumbuhkan lewat tradisi2 bertanya di rumah, tradisi belajar
ayah ibu dan lingkungannya, budaya berbagi pengetahuan dan intelectual
curiosity.
3.
Fitrah Bakat. Tiap anak memiliki sifat bawaan yg unik, yg disebut dengan Bakat.
Sifat ini mesti digali, dipetakan, disadarkan melalui beragam aktifitas dan kemudian
direncanakan serius utk dikembangkan sampai menuju perannya. Inilah panggilan
hidup anak2 kita yg akan menjadi misi spesifik penciptaannya sbg Khalifah.
4. Semua
Fitrah itu, 1-2-3 di atas memiliki Sunnatullah Tahapan sesuai perkembangan
usia. Usia 0-7, usia 8-14, usia di atas 14, harus dipetakan dgn pendidikan.
Buku Guide hasil kompilasi MLC sdh siap utk dibagikan akhir tahun ini, akan
dibagikan gratis ke teman2 semua InsyaAllah.
@Pertanyaan
7
Berarti
sekolah boleh hanya utk skill & knowledge ya pak? Itu jg klo sejalan dgn
fitrah anak ya?
Jawab:
Menurut
saya yg penting jangan menganggap pendidikan itu persekolahan, dan jangan
persekolahan adalah hal yg paling utama dan wajib. Sekolah itu, mohon maaf,
umumnya mirip lembaga kursus saja kok fungsinya, guru2nya punya tupoksi
menghabiskan bahan ajar, kepsek nya punya target jumlah kelulusan dan rangking
sekolah. Urusan akhlak, bakat, aqidah.... siapa yg peduli?? Memang ada guru2
baik, tetapi atmosfirmya lebih kpd penuntasan akademis dan standar kelulusan
Kapasitas
guru terlalu kurang dan sedikit jika harus dibebankan utk telaten menangani
bakat, akhlak, aqidah siswa satu persatu. Urusan akademis saja sdh kehabisan
nafas. Saya bukan merendahkan guru, memang kenyataannya demikian. Berbeda dgn
guru2 di Surau, Pesantren tempo dulu... mereka bisa menjadi sosok pengganti
ortu dan fokus pd pengembangan fitrah bukan ijasah
Kewajiban
mendidik ada di rumah dan di komunitas/jamaah... tidak tergantikan di dunia dan
di akhirat
Pendidikan
dalam Islam diistilahkan dengan TARBIYAH, yang berasal dari kata robaa, yarubu
yg artinya menumbuhkan, membimbing dll. AlQuran menyebut spt burung yg
merendahkan sayapnya utk mengerami telurnya dalam masa sampai mandiri. Ada juga
yg menyebut pendidikan dengan TA'DIBIYAH, proses memperadabkan: manusia, alam,
kehidupan dengan nilai2 keyakinan yg dianut
Sebaik2
guru adalah kedua ortunya
Sebaik2
belajar adalah bersama Kehidupan, bersama Alam dan bersama Maestro
Sebaik2
rujukan pendidikan adalah alQuran dan Siroh Nabawiyah
Sebaik2
misi pendidikan adalah sesuai dengan misi penciptaan manusia yaitu menjadi
khalifah dgn mencapai peran peradaban tiap anak dan ummat sesuai karunia fitrah
Sebaik2
visi pendidikan adalah menebar manfaat dan rahmat bagi semesta
@Pertanyaan
8
Kalau
kita sbg ortu adalah sebaik2 guru artinya terlebih dulu kita yg belajar ya pak
harry?
Jawab:
Ya
syarat semuanya tentu saja para ortu dan pendidik mesti memperbaiki ruhiyahnya,
atau tazkiyatunnafs. Ruh yg baik akan bertemu dgn ruh yg baik, fitrah baik
anak2 kita akan bertemu dgn fitrah baik dari kedua orangtuanya. Apa yg
disampaikan dari ruh akan sampai di ruh, apa yg disampaikan dari mulut saja
maka akan berhenti di telinga saja
@Pertanyaan
9
Pak
harry, apakah bunda bekerja dapat melaksanakan HE
Jawab:
septi
peni: Jawaban saya semua ibu baik yg bekerja di ranah publik maupun di ranah
domestik, wajib menjalankan HE
Caranya,
berusahalah meluruskan niat terlebih dahulu, apkh keluarnya kita dari rumah
membuat iman, akhlak, adab anak2 kita lebih baik
Kalau
ya, maka boleh kita lanjutkan, dan energy kita harus dobel, istilah mobil dobel
gardan
Management
waktu hrs ditingkatkan, kl kita berangkat kerja cantik, harum dan sabar, maka
pulang harus lebih cantik, lebih harum dan lebih sabar
Jadilah
anda manager pendidikan anak2, manager gizi anak2, dll shg ketika anak kita
delegasikan ke pihak lain selama kerja, masih di bawah management kita.
Kalau
tidak sanggup dobel gardan pilih salah satu.
@Pertanyaan
10
Bu Septi
bagaimana menjalankan HE bagi single parent?
Jawab:
Untuk
single parent, harus memanage dg sangat bagus. Saya dididik ibu single parent
sejak kls 2 SD, beliau tdk pernah marah, kl sdg sedih di dlm kamar, menurut ibu
saya, kamar itu back stage, keluar kamar sdh on stage
@Pertanyaan
11
Bu
Septi, saya sudah berusaha dress up, tapi tetep aja tampilannya masih
berantakan ya... Main sama anak, pasti gulung lengan, roknya
dinaikkin...walaupun di rumah aja, berasa gak bisa tampil cantik
Jawab:
Dress up
7 to 7 itu tidak harus rapi terus sepanjang hari, yg terpenting adlh momen
berubah, dari yg ala kadarnya menjadi bersungguh-sungguh
Yg
menyedihkan kl sdh rapi justru tidak mau bermain dg anak2.hal tsb keluar dr
esensi utama.
@Pertanyaan
12
Untuk
pekerjaan rt apakah sebaiknya dikerjakan diluar jam bersama anak? Misalnya main
sama anak jam 8-11 dan jam 13-17
Jawab:
Ya,
sebaiknya memang fokus. Mk seorang ibu perlu ilmu management waktu dg SANGAT
baik