Jumat, 21 November 2014

3

Weekend kemarin, gw bikin brownies nutella dan macaroni schotel. Ceritanya gw nyobain oven baru, ovennya udah lama sih di beli tapi waktu buat nyoba-nyobain resepnya yang gak ada. Kemarin di sempet-sempetin. Gw ngajak Al buat bantuin dan berpartisipasi dalam bikin macaroni schotel dan brownies nutella. Walaupun yang ada banyakan berantakinnya daripada bantuinnya, mulai dari ngolesin mentega ke loyang yang berantakan, nambahin tepung kebanyakan ke adonan brownies nutella, teriak-teriak gak rela nutellanya di buat brownies etc. Geser kursi sendiri buat perhatiin oven, nambahin adonan keju banyak-banyak di bagian punya dia,.. hihi.

Alhasil brownies nutella nya jadi sih tapi rada bantet gitu, pas udah jadi Al teriak-teriak kegirangan. “Yeyeye, this is it ya bunda?!!”. Kegembiraan itu diluapkan dengan nyamber brownies nutella yang masih panas buat dimakan *excited, karena rada bantet so ya abis makan eh minum abis makan terus minum, ya seret lah ya pasti makan brownies bantet :P. waktu di tanyain “gak enak ya Al?, eh tetep aja jawabannya “Browniesnya Bunda enakkk?!”. Gw si ngerasa brownies bikinan gw ga terlalu enak, tapi masih lumayan bisa dimakan masih ada rasanya. Tapi mendengar pujian-pujian dari anak sendiri itu berasa terbang ke langit deh, kalo di sinetron Ganteng-Ganteng Serigala tuh pasti gw penuh dengan bunga-bunga or kupu-kupu :D (ketahuan kan doyan nonton diego:P), dan hilang rasa lelah. Lelah beresin dapur yang masaknya gak seberapa, eh “kerusakan” dapurnya yang seberapa. hihi

Malem pas mau tidur Al bilang lagi “Bunda browniesnya enak banget, besok bikin lagi pake kuah ya”. Suami ketawa ngikik diujung tempat tidur “Pake kuah, seret ya al?!!” sindir suami kegw. Gw sih senyam senyum aja, tapi pas liat muka Al dia mah biasa saja, gw ngerasa dia memang tulus mengatakan bahwa brownies buatannya dan bunda itu enak. Walaupun ide buat ngasih kuah pas bikin brownies selanjutnya itu cerdas banget deh Al *tjiummm.

Besoknya di ceritain oleh Mbah kakung kalo al sama bunda bikin brownies, terus suruh nyicipin dan bilang kalo brownies bikinan bunda  enak deh mbah, ceritanya promosiin brownies bunda kalo itu enak.
Beberapa hari brownies bunda jadi trending topic, rasanya bahagia banget ya, entah kenapa Al demikian manisnya, setelah diingat-ingat memang dia selalu manis deh;). Hanya meluangkan waktu sedikit cooking class bersama Al, hal itu terus-menerus jadi pembicaraan yang membuat Al gembira. Bersama anak dan melihat kejutan-kejutan komentar darinya yang inshallah tulus itu, so nikmat pujian (dari anak) mana lagi yang kamu dustakan? :D
 
Akhir-akhir ini rasanya bahagia sekali bersama Al,bukan karena kemarin-kemarin ga bahagia ya. Tapi rasa sayang dan bahagia yang membuncah ini adalah rasa syukur gw yang membuncah pula seiring dengan pertumbuhan Al yang demikian pesat. Rasa syukur meningkat maka rasa bahagia pun meningkat signifikan, dan untuk selanjutnya berdoa agar diberikan Allah kesempatan memperoleh anak kedua yang manis, lucu dan sholeh seperti Al, terlebih keinginan untuk resign dan terus bersama-sama Al juga mulai berkelebatan lagi (nah loh, langsung inget cicilan ;p)
 
Anak manis itu hari ini berulangtahun, Al tumbuh menjadi anak yang kreatif, aktif, sehat dan lengkap tak kurang satu apapun, tentu saja kami sebagai  orangtua pun memiliki banyak kekurangan di sana sini. Pendidikan adalah focus kami selanjutnya, kami sebagai orangtua berusaha untuk memberikan yang terbaik padanya. Kami berusaha untuk tidak membandingkan Al dengan siapapun, tidak pula mematok sisi kognitif yang tinggi untuknya. Doa kami tentu saja menjadikannya anak yang sholeh, pandai bersyukur, menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Menghebat dengan cara-cara yang baik, sehingga kelak tidak membebani sekitar malah  menjadi solusi bagi sekitar. Hal-hal manis yang tercopy ke akhlak dan kepribadianmu kelak, adalah sebesar-besarnya rasa syukur kami. Perjuangan kami untuk  hal itu akan sangat berat, kami mungkin akan jatuh bangun, derita bahkan tangis mungkin berada di jalan panjang kita, tapi kebahagiaan dan rasa syukur pun inshallah ada di perjalanan itu seperti 3 tahun ini, dan tahun tahun yang akan datang.
 
 
Dearest aldebaran, happy 3rd birthday:*
Semoga Allah meridhoimu
DariAyahBundayangselalubersyukurmemilikimu
 
 
 
 

 

 

 

 

Rabu, 19 November 2014

Apa itu Home Education??


Diskusi parenting bersama Bpk. Harry Santosa (founder MLC n praktisi HE sejak 1994) dan ibu Septi Peni Wulandani (Founder IIP n praktisi HE sejak 1996)
Rabu 12 september 2014

Tema : "Apa itu Home Education" (part 1)
By : Indah hendrasari

Peradaban sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.

Jadi tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.

Home Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Home Education sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery method HE pun sudah jauh berbeda.

Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.

Hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan :

1. Mendidik
Tugas mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.






Anak lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak tersebut, yaitu :

>>>Fitrah Kesucian.
Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.

>>>Fitrah Belajar.
Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.
   
>>>Fitrah Bakat.
Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.
   
>>>Fitrah Perkembangan.
Setiap manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.

Kita perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti.

Pendidikan dan persekolahan adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki potensi yg merupakan panggilan hidupnya.

Pendidikan berbasis potensi yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalu  menjadi karir dan peran peradaban yang merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam mengembangkan bakatnya, anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak mulia.

    ” Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya , termasuk dalam hal pendidikan.”

Tazkiyatunnafs secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah teknis.

Umumnya kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai atau menciderai fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati sesuai fitrah.

Ketika orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal, bukan status.
   
1.      Mendengarkan

2.      Menyanyangi

3.      Melayani (pd usia 0-7 thn)

4.      Memberi rasa aman&nyaman

5.      Menjaga dari hal-hal yg merusak  jiwa dan fisiknya

6.      Memberi contoh dan keteladanan

7.      Bermain

8.      Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak

Resume Hasil Diskusi Grup HE Berbasis Potensi & Akhlaq

Tema:
Apa Itu Home Education

Narasumber
Pak Harry Santosa
founder MLC sekaligus praktisi Home Education sejak. 1994 & ibu Septi

*Saya hanya share best practice dan hasil diskusi dan belajar bersama dgn teman2 dan pakar2 di komunitas SekolahAlam, di Millennial Learning Center
(Harry Santosa)


Pengantar
Peradaban sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.

Jadi tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.

Home Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Home Education sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery method HE pun sudah jauh berbeda.

Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.

Hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan :

ü  Mendidik
ü  Mendengarkan
ü  Menyanyangi
ü  Melayani (pd usia 0-7 thn)
ü  Memberi rasa aman&nyaman
ü  Menjaga dari hal-hal yg merusak jiwa dan fisiknya
ü  Memberi contoh dan keteladanan
ü  Bermain
ü  Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak

Tugas mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.

Anak lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak tersebut.

·         Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.
·         Fitrah Belajar. Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.
·         Fitrah Bakat. Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.
·         Fitrah Perkembangan. Setiap manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.
Kita perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti.

Pendidikan dan persekolahan adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki potensi yg merupakan panggilan hidupnya.

Pendidikan berbasis potensi yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalu  menjadi karir dan peran peradaban yang merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam mengembangkan bakatnya, anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak mulia.

    ” Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya , termasuk dalam hal pendidikan.”

Tazkiyatunnafs secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah teknis.

Umumnya kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai atau menciderai fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati sesuai fitrah.

Ketika orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal, bukan status.

Pesan dari Bunda Septi yang selalu kami pegang, “Untuk itu siapkan diri, kuatkan mental, bersihkan segala emosi dan dendam pribadi, untuk menerima SK dari yang Maha Memberi Amanah. Jangan pernah ragukan DIA. Jaga amanah dengan sungguh-sungguh, dunia Allah yang atur, dan nikmati perjalanan anda.”

@Pertanyaan 1
Beberapa waktu lalu bapak menteri pendidikan kita melempar wacana mengenai wajib belajar (baca: wajib sekolah) 12 tahun. Lebih jauh ada wacana pemberian sanksi utk keluarga yg tdk mengirimkan anaknya ke sekolah. Itu bgmn ya? Sependek yg saya tau HE atau HS sdh diakui negara krn tercantum dlm uu sisdiknas...
Jk mmg wacana itu benar, bgmn sebaiknya kita bersikap?

Jawab:
Baik, kami juga mendiskusikan intens di berbagai forum. UU di Indonesia sesungguhnya mengakui pendidikan formal, informal dan nonformal. Intinya tidak me "Wajib Pendidikan Formal" tetapi menyediakan HAK BELAJAR bagi semua rakyat Indonesia.
Entah mengapa Kewajiban Negara menyediakan Hak Belajar, kemudian berubah menjadi Wajib Belajar, dan ujung2nya menjadi Wajib Sekolah (pendidikan formal).
Karena itu Anies Baswedan juga sdg bingung krn tidak ada Payung Hukumnya utk memaksa orang Wajib Sekolah.
Negara mengakui pendidikan informal dan nonformal, artinya orang boleh tidak bersekolah formal
Namun kenyataannya, kita semua digiring utk menyekolahkan anak kita di sekolah formal
Bahkan banyak HS yg kemudian, berubah menjadi Bimbingan Belajar utk memperoleh Ijasah Kesetaraan, yg ujung-ujungnya dipaksa utk menjadi Formal juga

@Pertanyaan 2
Bagaimana meyakinkan suami & keluarga tentang HE. Karena kita butuh komitmen suami/ kel untuk berpartisipasi dalam HE kan?
Bagaimana meyakinkan teman/para ibu tentang HE? Sebagian teman IRT berpendapat sekolah lebih baik karena  selain guru itu lebih pintar & memang dilatih untuk mendidik, IRT minder krn mungkin pendidikan, bagaimana dengan pekerjaan rumah, atau belum tinggal mandiri masih bersama ortu & saudara yg lain.
Apalagi kl teman adalah istri yg bekerja, bbrp dr merasa HE bukan untuk mereka?

Jawab:
Jawaban pertanyaan kedua, ada kaitannya dgn penjelasan pertama
Belajar itu Wajib, namun tidak ada satu ayat atau hadits pun yg mewajibkan bersekolah
Persekolahan adalah lembaga yg dilahirkan karena  tuntutan era industri utk mencetak sebanyak mungkin skill labour dan knowledge worker. Karakter, bakat, akhlak menjadi sesuatu yg tdk penting pd era industry. Oleh krn itu KHD, KH Ahmad Dahlan dll melakukan perlawanan atas sistem persekolahan industrial yg dibawa Belanda lewat politik etis tahun 1901.Ki Hajar Dewantoro (KHD) dan KH Ahmad Dahlan, menyuarakan agar pendidikan kembali kepada kesejatiannya yaitu membangun akhlak dan fitrah manusia termasuk fitrah alam dan keunikan lokalitas. Dalam bahasa KHD, fitrah disebut Kodrat Anak dan kodrat alam serta kodrat masyarakat. Mohon maaf, model pendidikan Taman Siswa dan Muhammadiyyah hari ini sudah 100% meniru persekolahan Belanda. Sisa2 pendidikan yg digagas Muhammadiyah tempo dulu, masih terekam dalam Novel Andrea Hirata, Lasykar Pelangi

Fokusnya hanya 2, yaitu akhlak dan bakat
Sebaiknya meyakinkan pasangan, baik suami atau istri adalah bhw sebaik2 pendidkkan adalah yg selaras dgn fitrah. Perintah menjaga fitrah anak adalah perintah agama. Sebaik-baik makhluk di muka bumi yg diberi amanah utk menjaga fitrah adalah Ayah dan Ibunya, Rumah dan Keluarganya. Menjawab bhw guru lebih pintar dari ortu, tentu iya utk pengajaran mata pelajaran.

Pendidikan berbeda dengan Pengajaran
Home Education atau Home Schooling yang benar adalah tidak memindahkan pelajaran sekolah ke rumah
Kalau utk pelajaran sekolah, mohon maaf guru2 bimbel jauh lebih pintar dari guru sekolah. Guru-guru bimbel juga masih kalah luas dan dalam dibanding pengetahuan yg ada dunia maya dan ditangan para maestro

@Pertanyaan 3
Salahkah kalau saya berpendapat HS itu tdk sama dgn HE?

Jawab:
Bunda, HS bisa mirip sama HE jika fokus pd bakat dan akhlak. Tetapi umumnya HS itu lebih mengutamakan belajar secara bebas dari kehidupan, sebagian HS malah menyimpang dgn memindahkan pelajaran sekolah ke rumah. Panduan bagi HE, sekali lagi adalah menjaga fitrah yg baik dgn cara menumbuhkan dan mengeluarkan fitrah2 baik itu (inside out) yg Allah karuniakan kpd anak2 kita. Diantara Fitrah itu adalah bhw tiap anak yg lahir adalah pembelajar yg tangguh. Potensi fitrah belajar ini harus dibebaskan dan tidak boleh kaku dan dalam tekanan nilai, rangking dll.

Namun fitrah juga meliputi fitrah keimanan/kesucian, bhw tiap anak menyukai kebenaran, keadilan, menyukai Zat Yang Maha Hebat, membenci kezhaliman, kekasaran, dstnya.Selain itu Fitrah juga meliputi Bakat/Talent, bhw setiap anak dilahirkan dgn sifat2 unik yg produktif yg merupakan misi penciptaannya dan peran spesifiknya sbg Khalifah. Orang menyebutnya panggilan hidup. Ada lagi fitrah yg terkait tahap2 perkembangan anak sesuai kronologis usianya. Inipun fitrah yg menjadi hak anak2 utk dipuaskan dan dikenyangkan hak pendidikannya pd tiap tahap usianya. Semua fitrah itu diamanahkan utk dijaga dan dididik, utamanya kpd ayah bunda, lalu kpd setiap anggota keluarga (kakek, nenek, paman, bibi, kakak dll) serta komunitas sekitar (ulama, pemimpin, tetangga dll) utk bersama mendidik anak2 pd komunitas itu sesuai fitrah2 di atas. Masalah terbesarnya adalah kita menyangka bhw mendidik adalah mengajar, belajar adalah bersekolah.

Obyek nya adalah akademik, ukuran suksesnya adalah nilai dan ijasah serta gelar
Kebanyakan keluarga2 sdh kecanduan menitipkan anaknya pd lembaga dgn alasan tdk mampu mendidik (dalam benak mereka disuruh mengajar matematika, fisika dll).Saya paham bhw banyak keluarga yg ayah ibu nya terpaksa harus bergelut dgn nafkah, shg lebih memilih menitipkan anaknya pd lembaga.Tetapi sebagian keluarga yg ekonominya cukup juga turut menitipkan anak2nya pd lembaga. Makin banyak income nya, makin dipilih lembaga yg mahal dan bergengsi krn dianggap berkualitas

@Pertanyaan 4
untuk keluarga yg orang tuanya bergelut dgn mencari nafkah, bagaimana untuk mencapai hal ideal yaitu bisa full time bersama anak?

Jawab:
Utk keluarga2 yg terpaksa hrs mencari nafkah krn miskin, menitipkan anak pd lembaga sekolah adalah darurat. Diupayakan tidak selamanya demikian, bertahap diusahakan, atau diupayakan membentuk komunitas/jamaah HE shg bisa kolektif bergantian mendidik. Islam membolehkan bahkan menganjurkan agar sesekali menitipkan anak pd keluarga shalihah  dimana sosok ayah dan ibu lengkap hadir.
Mohon maaf, pendidikan anak sampai menjelang aqil baligh, menurut saya tdk bs didelegasikan pd siapapun, kecuali terkait pelengkap spt skill dan knowledge

@Pertanyaan 5
Orangtua sbg coach setelah anak aqil baligh itu apa maksudnya?

Jawab:
Saya lebih suka menyebut peran ortu setelah anak aqilbaligh sbg senior Partner, bisa juga diartikan sbg Coach. Itu sesuai dengan ucapan Sahabat Nabi bhw 7 tahun ke 3, berarti usia 14-21 tahun, anak kita menjadi "teman". Tentu saja teman, krn secara Syar'i, anak yg telah mencapai aqil baligh di usia 14--15 tahun, sdh menjalani Sinnu Taklif, masa2 pembebanan kewajiban syariah. Artinya kewajiban syariah kita dan anak2 kita, tiba2 menjadi setara, yaitu kewajiban dalam ibadah spt sholat-zakat-haji, kewajiban dalam dakwah, kewajiban dalam jihad, termasuk kewajiban2 dalam urusan nafkah, dan muamalah lainnya
Semua ulama, setahu saya sepakat, bhw anak2 yg sdh aqil baligh tidak wajib dinafkahi lagi. Jika ada anak kita yg sdh aqil baligh, atau usia di atas 14-15 tahun masih dinafkahi, maka itu namanya sedekah, krn statusnya fakir miskin. Nah disinilah perlunya peran Coach atau partner utk mendampinginya mandiri dalam kehidupan sebenarnya
Ada jurnal ilmiah psikologi yg menyebutkan bhw anak2 yg sdh aqilbaligh menyukai jika dia dianggap sbg orang dewasa yg setara. Kenakalan2 dan kegalauan mereka diakibatkan krn mereka selalu dianggap bocah pdhl sdh berusia 15 tahun, bahkan sampai 25 tahun masih dianggap bocah
Rasulullah SAW bahkan mulai magang dan menjadi partner bisnis Pamannya sejak usia 9-10 tahun
Setiap pemuda memerlukan pembimbing hidup, kehidupan dan akhlak


@Pertanyaan 6
Apakah kita perlu menanyakan kpd anak untuk meng-HE-kan anak Atau itu hak kita sbg ortu yg wajib menentukan pendidikan anak kita?
karena anak sy bilang kpd sy ingin sekolah

Jawab:
Istilahnya bukan mengHE kan anak
Krn tanpa mengHE kan anak pun, sejak dalam kandungan sampai lahir pd galibnya sdh HE
Tugas HE itu sampai anak kita berusia aqilbaligh, kalau wanita ada special exception, yaitu sampai pindah wali alias menikah, walau kemandirian dan kedewasaan tetap harus disiapkan ketika berusia aqilbaligh
Bagi saya, pertanyaannya apakah anak itu wajib HE, ya jelas wajib
Apakah wajib sekolah, maka jawabannya tergantung
Yg bunda mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar, potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan formal dapat berkembang optimal di keluarga dan komunitas atau di sekolah??
Yg bunda mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar, potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan dapat berkembang optimal di keluarga
/ komunitas atau di sekolah??
Bagi saya ada anak2 yg cocok dengan model belajar di sekolah formal, biasanya mereka berfikir terstruktur, sangat kognitif, sangat formal, otak kiri banget dll Silahkan saja... tetapi tetap saja banyak aspek fitrah lainnya tdk bisa diserahkan pd sekolah formal
Utk usia 0-7tahun, fokus HE tetap pd 3 fitrah itu... aqidah dan akhlak, belajar dan bakat

» Pendidikan Aqidah Usia Dini

Sudah tidak diragukan lagi bahwa mendidik (bukan mengajarkan) Aqidah sejak usia dini, adalah hal yang mutlak. Aqidah yg kokoh akan amat menentukan pilihan2 serta pensikapan2 yg benar dan baik dalam kehidupan anak2 kita kelak ketika dewasa. Lalu bagaimana metode dan caranya?

Menurut yg saya pahami secara sederhana, bahwa pertama, setiap pendidik atau ortu perlu menyadari bhw sesungguhnya setiap anak manusia yg lahir sudah dalam keadaan memiliki fitrah aqidah atau keimanan kpd Allah Swt. Setiap manusia pernah bersaksi akan keberadaan Allah swt, sebelum mereka lahir ke dunia. Maka tdk pernah ditemui di permukaan bumi manapun, bangsa2 yg tidak memiliki Tuhan, yaitu Zat Yang Maha Hebat tempat menyerahkan dan menyandarkan semua masalah dalam kehidupan.

Dengan demikian maka, yg kedua adalah bhw tugas mendidik adalah membangkitkan kembali fitrah keimanan ini, namun bukan dengan doktrin atau penjejalan pengetahuan ttg keimanan, namun dengan menumbuhkan (yarubbu/inside out) kesadaran keimanan melalui imaji2 positif ttg Allah swt, ttg ciptaanNya yg ada pd dirinya dan ciptaanNya yg ada di alam semesta.

Dengan begitu maka, yg ketiga adalah dengan metode utk sebanyak mungkin belajar melalui hikmah2 yg ada di alam,  hikmah yg ada pd peristiwa sehari2, hikmah pd sejarah, hikmah2 pd keteladanan dstnya. Menjadi penting membacakan kisah2 keteladanan orang2 besar yg memiliki akhlak yg mulia sepanjang sejarah, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun Hadits maupun yg ditulis oleh orang2 sholeh sesudahnya. Menjadi penting senantiasa merelasikan peristiwa sehari2 dengan menggali hikmah2 yg baik dan inspiratif. Menjadi penting untuk senantiasa belajar dengan beraktifitas fisik di alam dgn, meraba, merasa, mencium aroma, mengalami langsung dstnya.

Metode berikutnya, tentu saja kisah2 penuh hikmah itu perlu disampaikan dengan tutur bahasa yg baik, mulia dan indah bahkan sastra yg tinggi. Menjadi penting bahwa tiap anak perlu mendalami bahasa Ibunya dan bahasa Kitab Sucinya. Bukan mampu meniru ucapan, membaca tulisan dan menulis tanpa makna, namun yg terpenting adalah mampu mengekspresikan gagasan2 dalam jiwanya secara fasih, lugas dan indah, sensitif thd makna kiasan2 dalam bahasa sastra yg tinggi. Para Sahabat Nabi SAW yg dikenal tegas namun memiliki empati dan sensitifitas yg baik serta visioner umumnya sangat menggemari sastra.

Semua metode itu, kembali lagi, adalah bertujuan utk membangun kesadaran keimanan melalui imaji2 positif lewat kisah yg mengisnpirasi, melalui kegairahan yg berangkat dari keteladanan, pemaknaan yg baik melalui bahasa ibu yg sempurna dstmya. Imaji negatif akan melahirkan luka persepsi dan luka itu akan membuat pensikapan yg buruk ketika anak kita kelak dewasa.

Sampai sini kita menyadari bhw peran orangtua sebagai pendidik yg penuh cinta serta telaten maupun sebagai sosok yg diteladani dan menginspirasi tidak dapat digantikan oleh siapapun, apalagi dalam membangkitkan kesadaran keimanan anak2nya. Maka penting bagi para pendidik untuk melakukan pensucian jiwa (tazkiyatunnafs) sebelum memulai mendidik dgn kitab dan hikmah. Bukankah ortulah yg akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat bukan yang lain?

Sejatinya tiap anak lahir dalam keadaan fitrah yg baik. Maka tugas ortu adalah bukan menjejalkan (outside in) namun mengeluarkan (inside out) fitrah2.
1. Fitrah Kesucian dan kebenaran. Tiap anak menyukai kehebatan, suatu hari mereka sadar bhw mereka butuh dan tergantung pd Zat yg Maha Hebat. Tiap anak suka diperlakukan baik, penuh damai, harmony dan adil dstnya, suatu hari mereka akan rela dan ikhlash memperjuangkan kedamaian, keharmonian dan keadilan. Tiap anak suka tutur yg lembut, perangai yg santun, wajah yg ceria dstnya, suatu hari mereka akan menyampaikan hikmah dgn lembut, santun dan berseri. Jika ada anak yg tdk menyukai itu semua, maka fitrahnya telah menyimpang. Namun itu semua, sejak awal kelahiran, baru sifat dan perlu dibangkitkan dan disadarkan dgn sensitifitas, imajinasi, bahasa ibu, interaksi di alam dstnya.
2. Fitrah Belajar. Tiap anak adalah pembelajar sejati yg tangguh dan tak kenal putus asa. Sebuah jurnal ilmiah menyebut bhw tiap anak adalah scientist. Jika ada anak yg tdk menyukai belajar, maka fitrahnya telah  menyimpang. Kesukaan dan kegemaran belajar itu mesti terus ditumbuhkan lewat tradisi2 bertanya di rumah, tradisi belajar ayah ibu dan lingkungannya, budaya berbagi pengetahuan dan intelectual curiosity.
3. Fitrah Bakat. Tiap anak memiliki sifat bawaan yg unik, yg disebut dengan Bakat. Sifat ini mesti digali, dipetakan, disadarkan melalui beragam aktifitas dan kemudian direncanakan serius utk dikembangkan sampai menuju perannya. Inilah panggilan hidup anak2 kita yg akan menjadi misi spesifik penciptaannya sbg Khalifah.
4. Semua Fitrah itu, 1-2-3 di atas memiliki Sunnatullah Tahapan sesuai perkembangan usia. Usia 0-7, usia 8-14, usia di atas 14, harus dipetakan dgn pendidikan. Buku Guide hasil kompilasi MLC sdh siap utk dibagikan akhir tahun ini, akan dibagikan gratis ke teman2 semua InsyaAllah.

@Pertanyaan 7
Berarti sekolah boleh hanya utk skill & knowledge ya pak? Itu jg klo sejalan dgn fitrah anak ya?
Jawab:
Menurut saya yg penting jangan menganggap pendidikan itu persekolahan, dan jangan persekolahan adalah hal yg paling utama dan wajib. Sekolah itu, mohon maaf, umumnya mirip lembaga kursus saja kok fungsinya, guru2nya punya tupoksi menghabiskan bahan ajar, kepsek nya punya target jumlah kelulusan dan rangking sekolah. Urusan akhlak, bakat, aqidah.... siapa yg peduli?? Memang ada guru2 baik, tetapi atmosfirmya lebih kpd penuntasan akademis dan standar kelulusan
Kapasitas guru terlalu kurang dan sedikit jika harus dibebankan utk telaten menangani bakat, akhlak, aqidah siswa satu persatu. Urusan akademis saja sdh kehabisan nafas. Saya bukan merendahkan guru, memang kenyataannya demikian. Berbeda dgn guru2 di Surau, Pesantren tempo dulu... mereka bisa menjadi sosok pengganti ortu dan fokus pd pengembangan fitrah bukan ijasah
Kewajiban mendidik ada di rumah dan di komunitas/jamaah... tidak tergantikan di dunia dan di akhirat
Pendidikan dalam Islam diistilahkan dengan TARBIYAH, yang berasal dari kata robaa, yarubu yg artinya menumbuhkan, membimbing dll. AlQuran menyebut spt burung yg merendahkan sayapnya utk mengerami telurnya dalam masa sampai mandiri. Ada juga yg menyebut pendidikan dengan TA'DIBIYAH, proses memperadabkan: manusia, alam, kehidupan dengan nilai2 keyakinan yg dianut
Sebaik2 guru adalah kedua ortunya
Sebaik2 belajar adalah bersama Kehidupan, bersama Alam dan bersama Maestro
Sebaik2 rujukan pendidikan adalah alQuran dan Siroh Nabawiyah
Sebaik2 misi pendidikan adalah sesuai dengan misi penciptaan manusia yaitu menjadi khalifah dgn mencapai peran peradaban tiap anak dan ummat sesuai karunia fitrah
Sebaik2 visi pendidikan adalah menebar manfaat dan rahmat bagi semesta

@Pertanyaan 8
Kalau kita sbg ortu adalah sebaik2 guru artinya terlebih dulu kita yg belajar ya pak harry?

Jawab:
Ya syarat semuanya tentu saja para ortu dan pendidik mesti memperbaiki ruhiyahnya, atau tazkiyatunnafs. Ruh yg baik akan bertemu dgn ruh yg baik, fitrah baik anak2 kita akan bertemu dgn fitrah baik dari kedua orangtuanya. Apa yg disampaikan dari ruh akan sampai di ruh, apa yg disampaikan dari mulut saja maka akan berhenti di telinga saja

@Pertanyaan 9
Pak harry, apakah bunda bekerja dapat melaksanakan HE

Jawab:
septi peni: Jawaban saya semua ibu baik yg bekerja di ranah publik maupun di ranah domestik, wajib menjalankan HE
Caranya, berusahalah meluruskan niat terlebih dahulu, apkh keluarnya kita dari rumah membuat iman, akhlak, adab anak2 kita lebih baik
Kalau ya, maka boleh kita lanjutkan, dan energy kita harus dobel, istilah mobil dobel gardan
Management waktu hrs ditingkatkan, kl kita berangkat kerja cantik, harum dan sabar, maka pulang harus lebih cantik, lebih harum dan lebih sabar
Jadilah anda manager pendidikan anak2, manager gizi anak2, dll shg ketika anak kita delegasikan ke pihak lain selama kerja, masih di bawah management kita.
Kalau tidak sanggup dobel gardan pilih salah satu.

@Pertanyaan 10
Bu Septi bagaimana menjalankan HE bagi single parent?

Jawab:
Untuk single parent, harus memanage dg sangat bagus. Saya dididik ibu single parent sejak kls 2 SD, beliau tdk pernah marah, kl sdg sedih di dlm kamar, menurut ibu saya, kamar itu back stage, keluar kamar sdh on stage


@Pertanyaan 11
Bu Septi, saya sudah berusaha dress up, tapi tetep aja tampilannya masih berantakan ya... Main sama anak, pasti gulung lengan, roknya dinaikkin...walaupun di rumah aja, berasa gak bisa tampil cantik

Jawab:
Dress up 7 to 7 itu tidak harus rapi terus sepanjang hari, yg terpenting adlh momen berubah, dari yg ala kadarnya menjadi bersungguh-sungguh
Yg menyedihkan kl sdh rapi justru tidak mau bermain dg anak2.hal tsb keluar dr esensi utama.

@Pertanyaan 12
Untuk pekerjaan rt apakah sebaiknya dikerjakan diluar jam bersama anak? Misalnya main sama anak jam 8-11 dan jam 13-17

Jawab:
Ya, sebaiknya memang fokus. Mk seorang ibu perlu ilmu management waktu dg SANGAT baik